Selasa, 20 Mei 2014

Analisis UU No.19 Tentang Hak Cipta

Dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagaimana diatur dalam Pasal 72 tentang Ketentuan Pidana, seorang pemegang hak cipta masih berpeluang menjadi pelaku dari pelanggaran hak cipta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 72 ayat (5). Padahal dalam konteks hukum pidana Islam, seseorang yang telah memiliki hak milik, baik hak milik terhadap benda maupun terhadap manfaatnya saja diperbolehkan berlaku apa saja terhadap benda sesuai dengan batasan kepemilikannya. Selain itu, juga terdapat perbedaan dalam masalah klasifikasi tindak pidana. Oleh sebab itu dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi penjelas posisi hukum dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dalam ranah hukum Islam, khususnya hukum pidana Islam. Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana aspek pidana dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap aspek pidana dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Sumber bahan primer dalam penelitian ini adalah UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, sedangkan sumber bahan sekunder berasal dari buku maupun sumber tertulis lainnya yang berhubungan dengan permasalahan Hak Cipta dan Hukum Pidana Islam Analisa yang digunakan adalah analisis isi dan analisa deskriptif kualitatif. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah terdapat delapan perbuatan yang dapat disebut sebagai tindak pidana pelanggaran hak cipta menurut UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang apabila dikelompokkan ke dalam kelompok yang lebih khusus lagi dapat dipersempit menjadi lima yakni tindakan pelanggaran perizinan perbanyakan dan pengumuman, tindakan pencantuman nama pencipta, tindakan peniadaan atau pengubahan informasi elektronik terkait dengan informasi manajemen hak pencipta, tindakan pengrusakan, peniadaan atau membuat tidak berfungsi sarana kontrol teknologi, dan tindakan kewajiban memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan bagi ciptaan yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi. Pelaku dalam UU No. 19 Tahun 2002 hanya dibedakan dalam dua jenis pelaku pelanggaran, yakni pelaku dari pemegang hak cipta dan pelaku dari pihak lain yang tidak memiliki kewenangan terhadap hak cipta. Sedangkan sanksi yang diberikan dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta masih berupa pidana sanksi pokok dan tidak ada sanksi tambahan maupun pemberatan. Dalam perspektif hukum Islam, tindak pidana pelanggaran hak cipta dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta tidak dapat secara keseluruhan dimasukkan ke dalam tazir. Ada beberapa tindakan yang dapat berpeluang masuk ke dalam jenis jarimah hudud pencurian apabila terpenuhi unsur dan syaratnya seperti pada tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (3) dan ayat (5). Dalam konteks pelaku dan sanksi pidana, ketentuan yang ada pada Pasal 72 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dalam konteks hukum pidana Islam masih terlalu luas dan umum. Idealnya, perlu adanya pengklasifikasian yang lebih detail terkait dengan status pelaku dan sanksi yang disesuaiakan dengan tindakan yang dilakukannya terkait dengan pelanggaran hak cipta.

Contoh kasus:
Sekitar tahun 1450 di Jerman tercipta mesin cetak dengan sistem tekan yang dapat menggandakan tulisan dan gambar dalam waktu yang relatif singkat. Penemuan ini mendorong berkembangnya karya-karya tulis menjadi bentuk buku dan dapat digandakan dalam jumlah banyak. Teknologi ini terus berkembang dan membuat industri buku maju pesat. Namun seiringan dengan berkembangnya industry buku, bermunculan juga penggandaan-penggandaan dan penjualan buku secara tidak sah menurut hukum, yang kita sebut dengan pembajakan buku.
Berbagai perlindungan hukum untuk karya tulis (buku) terus dibuat dan diperbaharui. Indonesia sendiri kini mengatur perlindungan terhadap buku melalui Undang-Undang No. 19 Tentang Hak Cipta. Perlindungan Undang-Undang Hak Cipta ini terhadap buku dapat dilihat pada Pasal 12 ayat (1) huruf a yang menyebutkan buku sebagai salah satu ciptaan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Sebagai salah satu ciptaan yang dilindungi maka buku mendapat perlindungan hukum yang sama dengan ciptaan-ciptaan lainnya. Salah satunya adalah mengenai penyelesaian sengketa, yaitu gugatan perdata melalui Pengadilan Niaga, tuntutan pidana melalui Pengadilan Negeri dan melalui arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).
PT Gramedia, penerbit besar di Indonesia telah cukup lama berkiprah dan juga sudah mengalami pembajakan atas buku-bukunya. Namun PT Gramadia tidak menyelesaikan masalah pembajakan buku melalui jalur hukum karena pada prakteknya pelaksanaan penyelesaian masalah pembajakan buku melalui jalur hukum kurang efisien dan efektif.
Melihat permasalahan yang terjadi maka Penulis melakukan penulisan skripsi ini dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif.


Sumber: http://library.walisongo.ac.id/digilib/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptiain-gdl-ihyaularif-6256
http://mynameis-ami.blogspot.com/2013/05/undang-undang-no-19-mengenai-hak-cipta.html

Analisis RUU Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

Pengertian dalam undang-undang :

Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
  • Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
  • Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
  • Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
  • Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
  • Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
  • Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun terbuka.
  • Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.
  • Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
  • Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
  • Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
  • Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
  • Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.
  • Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
  • Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
  • Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.
  • Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
  • Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
  • Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.
  • Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
  • Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.
  • Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
  • Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.

Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik. Beberapa materi yang diatur, antara lain: 1. pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE); 2. tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE); 3. penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE); dan 4. penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE);
Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain: 1. konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE); 2. akses ilegal (Pasal 30); 3. intersepsi ilegal (Pasal 31); 4. gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE); 5. gangguan terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE); 6. penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE);

KESIMPULAN
Meskipun dengan disahkannya Undang-undang Nomor 11 tahun 2008tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya, namun UU ITE ini masihmenuai banyak kontra dalam penerapannya, mengingat tidak sedikit kelemahanyang di jumpai dari Pasal-pasal di dalamnya, maupun dari UU ITE iu sendirisecara keseluruhan. Sehingga UU ITE ini masih condong berkarakter sebagai produk hukum yang konservatif karena masih banyak hal-hal yang perludiperbaiki, sebagai upaya untuk menyikapi penerapan UU ITE yang masihmenimbulkan banyak kendala secara teknis.
 
SARAN
1. Pemerintah harus lebih gencar mensosialisasikan masalah UU ITE denganmengadakan seminar-seminar tentang pelaksanaan UU No 11 Tahun 2008tentang informasi transaksi elektronik. 
 
2. Informasi dan Transaksi Elektronik adalah satu hal yang tidak dapatdipisahkan dengan masyarakat sekarang ini, bisa dikatakan hal tersebutsudah menjadi bagian hidup. Oleh karena itu, dalam pembentukan aturanyang menyangkut hal tersebut alangkah baiknya apabila pemerintah lebihmemberikan partisipasi penuh kepada kelompok sosial atau individu didalam masyarakat, sehingga bisa terbentuk produk hukum yangmencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat.


Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Informasi_dan_Transaksi_Elektronik
http://www.academia.edu/4405745/ANALISIS_UU_ITE 

 

Jumat, 09 Mei 2014

PENGELOLAAN PROYEK SISTEM INFORMASI (V-Class)


    Pretest : Rencana Tes Penerimaan


1.       Menurut Anda apa yang akan terjadi jika diakhir Tes Penerimaan ternyata fungsi-fungsi yang ada tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan di awal proyek, jelaskan ?
Jawab :
Menurut saya apabila fungsi-fungsi tidak sesuai apa yang sudah di putuskan pada awal proyek  maka akan terjadi masalah –masalah di antaranya :
1.       Proyek  yang akan  dikirim  tidak sesuai dengan yang dijanjikan
2.       Tidak maksimal dalam menangani suatu proyek
3.       Tidak lagi di percayai oleh User untuk menangani suatu proyek.

    Postest : Rencana Tes Penerimaan


1.       Terdapat 2 pendekatan yang umum digunakan untuk penerimaan yaitu 'Parallel Run' dan 'Penerimaan sedikit demi sedikit'. Sebutkan kelebihan dan kekurangan masing-masing pendekatan tersebut ?
Jawaban:
A.      Kelebihan dan kekurangan Parallel Run
Kelebihan dari Pendekatan Parallel Run :
Ø  Dapat mendemonstrasikan semua fungsi yang dijanjikan.
Ø  Sebuah tindakan yang menyebabkan masalah selalu dapat diketahui , mengetahui dengan tepat siapa yang mengetahui dengan tepat siapa yang mengetik jika terjadi suatu masalah.
Ø  User dapat melakukan pengecekan data pada sistem lama.
Kekurangan dari Pendeketan Parallel Run :
Ø  Memerlukan banyak pekerjaan untuk menulis ATP. Dan lagi user mungkin tidak lazim dengan pendekatan parallel run ini. Tetapi kita dapat membiasakan dengan metode baru sebelumnya.
Ø  Penggunaan resource yang tinggi karena harus menangani sistem lama dan sistem baru.
B.     Kelebihan dan kekurangan Penerimaan sedikit demi

Kelebihan dari Penerimaan sedikit demi

Ø  User tidak merasa takut tentang semuanya.
Ø  Anda dapat mendemonstrasikan semua fungsi yang dijanjikan.
Ø  Sebuah tindakan dengan tepat siapa yang mengetik ketika masalah terjadi.

Kekurangan dari Penerimaan sedikit demi

Ø  Seharusnya tidak ada keengganan untuk menerima dan membayar jika metode ini digunakan.
Ø  Memerlukan banyak pekerjaan untuk menulis ATP (Acceptance Test Paln / Rencana Tes Penerimaan).
Ø  Dalam beberapa hal pemakai mungkin tidak akrab dengan pendekatan ini, tetapi anda dapat mengakrabkannya dengan metode yang baru.