Dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagaimana diatur dalam
Pasal 72 tentang Ketentuan Pidana, seorang pemegang hak cipta masih
berpeluang menjadi pelaku dari pelanggaran hak cipta sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 72 ayat (5). Padahal dalam konteks hukum pidana
Islam, seseorang yang telah memiliki hak milik, baik hak milik terhadap
benda maupun terhadap manfaatnya saja diperbolehkan berlaku apa saja
terhadap benda sesuai dengan batasan kepemilikannya. Selain itu, juga
terdapat perbedaan dalam masalah klasifikasi tindak pidana. Oleh sebab
itu dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi penjelas
posisi hukum dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dalam ranah
hukum Islam, khususnya hukum pidana Islam. Rumusan masalah yang diajukan
dalam penelitian ini adalah bagaimana aspek pidana dalam UU No. 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap
aspek pidana dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Jenis
penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Sumber bahan primer dalam
penelitian ini adalah UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, sedangkan
sumber bahan sekunder berasal dari buku maupun sumber tertulis lainnya
yang berhubungan dengan permasalahan Hak Cipta dan Hukum Pidana Islam
Analisa yang digunakan adalah analisis isi dan analisa deskriptif
kualitatif. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah terdapat
delapan perbuatan yang dapat disebut sebagai tindak pidana pelanggaran
hak cipta menurut UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang apabila
dikelompokkan ke dalam kelompok yang lebih khusus lagi dapat dipersempit
menjadi lima yakni tindakan pelanggaran perizinan perbanyakan dan
pengumuman, tindakan pencantuman nama pencipta, tindakan peniadaan atau
pengubahan informasi elektronik terkait dengan informasi manajemen hak
pencipta, tindakan pengrusakan, peniadaan atau membuat tidak berfungsi
sarana kontrol teknologi, dan tindakan kewajiban memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan bagi ciptaan yang menggunakan sarana
produksi berteknologi tinggi. Pelaku dalam UU No. 19 Tahun 2002 hanya
dibedakan dalam dua jenis pelaku pelanggaran, yakni pelaku dari pemegang
hak cipta dan pelaku dari pihak lain yang tidak memiliki kewenangan
terhadap hak cipta. Sedangkan sanksi yang diberikan dalam UU No. 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta masih berupa pidana sanksi pokok dan tidak
ada sanksi tambahan maupun pemberatan. Dalam perspektif hukum Islam,
tindak pidana pelanggaran hak cipta dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta tidak dapat secara keseluruhan dimasukkan ke dalam tazir. Ada
beberapa tindakan yang dapat berpeluang masuk ke dalam jenis jarimah
hudud pencurian apabila terpenuhi unsur dan syaratnya seperti pada
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (3) dan ayat (5).
Dalam konteks pelaku dan sanksi pidana, ketentuan yang ada pada Pasal
72 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dalam konteks hukum pidana
Islam masih terlalu luas dan umum. Idealnya, perlu adanya
pengklasifikasian yang lebih detail terkait dengan status pelaku dan
sanksi yang disesuaiakan dengan tindakan yang dilakukannya terkait
dengan pelanggaran hak cipta.
Contoh kasus:
Sekitar tahun 1450 di Jerman tercipta mesin cetak dengan sistem tekan
yang dapat menggandakan tulisan dan gambar dalam waktu yang relatif
singkat. Penemuan ini mendorong berkembangnya karya-karya tulis menjadi
bentuk buku dan dapat digandakan dalam jumlah banyak. Teknologi ini
terus berkembang dan membuat industri buku maju pesat. Namun seiringan
dengan berkembangnya industry buku, bermunculan juga
penggandaan-penggandaan dan penjualan buku secara tidak sah menurut
hukum, yang kita sebut dengan pembajakan buku.
Berbagai perlindungan hukum untuk karya tulis (buku) terus dibuat dan
diperbaharui. Indonesia sendiri kini mengatur perlindungan terhadap buku
melalui Undang-Undang No. 19 Tentang Hak Cipta. Perlindungan
Undang-Undang Hak Cipta ini terhadap buku dapat dilihat pada Pasal 12
ayat (1) huruf a yang menyebutkan buku sebagai salah satu ciptaan yang
diatur dalam Undang-Undang ini.
Sebagai salah satu ciptaan yang dilindungi maka buku mendapat
perlindungan hukum yang sama dengan ciptaan-ciptaan lainnya. Salah
satunya adalah mengenai penyelesaian sengketa, yaitu gugatan perdata
melalui Pengadilan Niaga, tuntutan pidana melalui Pengadilan Negeri dan
melalui arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).
PT Gramedia, penerbit besar di Indonesia telah cukup lama berkiprah dan
juga sudah mengalami pembajakan atas buku-bukunya. Namun PT Gramadia
tidak menyelesaikan masalah pembajakan buku melalui jalur hukum karena
pada prakteknya pelaksanaan penyelesaian masalah pembajakan buku melalui
jalur hukum kurang efisien dan efektif.
Melihat permasalahan yang terjadi maka Penulis melakukan penulisan
skripsi ini dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif.
Sumber: http://library.walisongo.ac.id/digilib/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptiain-gdl-ihyaularif-6256
http://mynameis-ami.blogspot.com/2013/05/undang-undang-no-19-mengenai-hak-cipta.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar