Kota Tua
Sesampainya di Kota Tua,
kami langsung menuju ke suatu kerumunan. Terdengar olehku suara-suara lecutan
cambuk di Lapangan Fatahillah. Ternyata ada atraksi Kuda Lumping. Lagi-lagi
kulihat anak-anak di antara pemain atraksi Kuda Lumping. Seorang anak dibungkus
menyerupai pocong, diikat dan dimasukkan ke dalam sebuah tenda kain berwarna
hitam. Sambil menunggu kejutan dari dalam tenda, pemain lain melakukan atraksi
menyembur-nyemburkan api lalu memakannya. Tak lama, tenda kain hitam tadi
terbuka, terdapat si anak tadi yang dibungkus dan diikat telah terlepas bebas.
Sesekali ada kru dari Kuda Lumping tersebut berjalan membawa sebuah baskom
untuk meminta sumbangan dari para penonton.
Salah satu rangkaian
atraksi kuda lumping
Atraksi dilanjutkan
dengan percakapan konyol antara pawang Kuda Lumping dan seorang anak lain yang
lebih kecil (berumur sekitar 4-5tahun). Dari percakapan mereka aku ketahui anak
itu bernama Bogel. Dalam percakapan itu, sesekali Bogel terlihat dicambuk.
Anehnya, setiap Si Pawang mencambuk Si Bogel, penonton malah tertawa
(terkecuali aku).
Atraksi si Pawang dan si
Bogel
Para pemain saling
menyemburkan api dari mulut mereka lalu memakannya. Tiba-tiba ada dua orang
lelaki pingsan, yang satu masih anak-anak dan yang satu lagi sudah dewasa. Si
pawang langsung mendekati dan berkomat-kamit melafalkan sesuatu. Kedua lelaki
tadi terbangun dan kesurupan, seklaigus menjadi inti atraksinya. Mereka diberi
kuda-kudaan. Ya, ini adalah atraksi Kuda Lumpingnya. Mereka menari-menari di
lapangan dan memakan pecahan lampu. Dengan didampingi salah satu kru wanita
yang tidak kesurupan, mereka meminta uang kepada penonton.
Pandanganku teralihkan
kepada seorang anak berusia sekitar 3 tahun. Dia mendekati sekelompok remaja
yang sedang asyik melihat atraksi Kuda Lumping. Dia memelototi para remaja itu,
sebagian remaja merasa takut (mungkin mereka mengira, anak ini salah satu yang
kesurupan juga). Dia terus mendekati dan memelototi remaja-remaja itu.
Ketika salah satu remaja tersebut memberi uang seribu, si anak tadi menerimanya
dan langsung pergi. Tak lama, aku lihat anak itu, sedang menaiki odong-odong. Oh
ternyata tadi melotot minta uang itu buat naik odong-odong.
Sepeda Ontel di Kota Tua
Di antara Gedung Pos
Indonesia dan Gedung Gouverneur Kantoor ada sebuah lapangan yang cukup luas,
dan dari mulut seorang penjaga sepeda ontel di lapangan itu, saya ketahui bahwa
lapangan itu bernama Lapangan Fatahillah, mungkin karena di dekat sana juga ada
Museum Fatahillah. Lapangan ini adalah daerah yang paling ramai, mulai dari
para pengunjung, pedagang, pengamen dan pengemis, orang-orang yang menjaga
sepeda ontel di pinggir lapangan, dan juga para pemain atraksi Kuda Lumping
yang paling menarik minat pengunjung untuk menontonnya, memenuhi lapangan
tersebut. Di lapangan itu juga banyak muda-mudi, ada juga bapak-ibu, yang asyik
mengendarai Sepeda Ontel. Sepeda itu disewakan oleh beberapa orang di pinggir
lapangan, untuk berkeliling Kota Tua.
Para pemuda bermain
skateboard di Kota Tua
Kota Tua adalah kotanya
anak muda. Menurut saya, itu kalimat yang cocok untuk kawasan wisata malam
tersebut. Saya ingat cerita paman saya yang mengatakan bahwa sejak dulu Kota
Tua memang menjadi tempat berkumpulnya anak-anak muda.
Pengunjung Kota Tua
semakin ramai di malam hari
Tentunya,
suasana dulu dan sekarang pasti berbeda. Meskipun saya orang yang baru pertama
kali datang ke sana, saya bisa membayangkan hal itu. Apabila dahulu orang-orang
datang dan meramaikan Kota Tua dengan berkumpul dan bercanda tawa, hal yang
serupa juga dilakukan oleh orang-orang jaman sekarang. Akan tetapi dengan
suasana yang berbeda, yaitu Kota Tua sebagai kawasan wisata malam yang resmi
serta diselingi dengan berbagai atribut-atribut modern. Karena Kota Tua adalah
kawasan wisata malam, adalah suatu hal yang wajar ketika saya terpana melihat
kenyataan bahwa semakin hari larut, suasana Kota Tua semakin ramai oleh
anak-anak muda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar